Senin, 06 Juni 2011

Seberapa Besar Alam Raya Ini ?



Bolehkah kita betanya-tanya, kemudian meneliti dan memikirkan, seberapa besar alam raya ini ? Seorang Muslim tentunya menyadari bahwa hal itu tidak hanya boleh, bahkan diperintahkan oleh Allah dalam Kitab Suci-Nya di berbagai firman atau ayat. Salah satunya menggambarkan bahwa indikasi golongan yang berfikiran mendalam yaitu golongan yang mendapat hidyah Ilahi, ialah memikirkan kejadian seluruh langit dan di bumi ini, disamping senantiasa ingat kepda Allah pada waktu “berdiri, duduk dan berbaring”.

(191). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S Ali Imron : 191).

Karena itu para pemikir Islam klasik, khusunya para filsuf seperti Ibn Rusyd mengatakan bahwa mempelajari kejadian langit dan bumi adalah ibadah kepada Tuhan yang paling besar hikmahnya, karena menyangkut ciptaan-Nya yang paling besar. Maka dia akan membawa faedah yang besar pula, bahwa kemampuan yang lebih baik untuk mengapresiasi Kemaha-Agungan Tuhan. Maka tidak heran bahwa para Ilmuwan Muslim saat itu menjadi pelopor pengembangan astronomi (bukan astrologi) secara ilmiah melalui kegiatan penelitian.

Memang astronomi Islam itu kini praktis mandeg di kalangan kaum Muslim sendiri. Namun kemudian diteruskan dan dikembangkan secara pesat luar biasa oleh bangsa-bangsa Barat. Dengan astronomi ilmiah mereka yang amat maju itu mereka dapat membuat perhitungan-perhitungan dengan tingkat ketepatan yang sangat tinggi sehingga mampu menopang berbagai program ruang angkasa mereka.

Dari astronomi modern ini kita dapat memperoleh informasi tentang seberapa besar alam raya ini. Salah satu teori (dan spekulasi) ilmiah mengatakan bahwa batas paling luar alam raya ini ialah lekukan (culvature) yang radiusnya sepanjang garis perjalanan cahaya selama 11 Milyar tahun, yaitu dengan memperhitungkan jarak bintang paling jauh yang kini “kebetulan” sudah diketahui (artinya, selalu ada kemungkinan bahwa yang belum diketahui masih banyak). Padahal rembulan yang telah dijelaskan manusia itu “hanya” berjarak dari bumi sejauh perjalanan cahaya satu setengah detik dan matahari “hanya” sejauh delapan menit cahaya. Jadi kita bisa bayangkan betapa jaunya “batas luar” alam raya yang radiusnya sama dengan garis sejauh perjalanan cahaya selama jangka waktu 11 Milyar tahun.

Lalu apa makna itu semua bagi kita ? Pertama, dalam al-qur’an disebutkan bahwa alam itu banyak (‘alamin, seperti dalam ucapan kita, alhamdulillahi rabbil ‘alamin). Kedua, disebutkan bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit. (3). Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Q.S Al-Mulk : 3). Ketiga, Allah menghiasi langit dunia atau langit pertama ini dengan bintang-bintang. (6). Sesungguhnya kami Telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang (Q.S Ash-Shaffat : 6).

Maka dapat disimpulkan bahwa sejauh-jauh bintang yang ada, dia itu masih terletak “hanya” dalam lingkungan langit pertama, yakni kawasan alam raya. Para ahli sudah lam berteori tentang banyaknya alam raya, namun tidak mungkin diketahui hakikatnya. Padahal kursiy (singgasana) Tuhan dilukiskan dalam ayat kursi, “Meliputi seluruh langit (yang tujuh) dan bumi”, sebagai gambaran betapa Maha Besarnya Tuhan. Aanya kesadaran inilah hikmah tertinggi memikirkan kejadian langit dan bumi.


Dr. Nurcholish Madjid.Pintu-Pintu Menuju Tuhan.Paramadina.Jakarta: 1999


Tidak ada komentar:

Posting Komentar