Minggu, 04 Desember 2011

Hukum Menonton Televisi





Televisi sama halnya seperti radio, surat kabar, dan majalah. Semua itu hanyalahalat atau media yang digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan sehingga kitatidak dapat mengatakannya baik atau buruk, halal atau haram. Segalanya tergantungpada tujuan dan materi acaranya.
Seperti halnya pedang, di tangan mujahid ia adalah alatuntuk berjihad; dan bila di tangan perampok, maka pedang itu merupakan alatuntuk melakukan tindak kejahatan. Oleh karenanya sesuatu dinilai dari sudutpenggunaannya, dan sarana atau media dinilai sesuai tujuan dan maksudnya.
Televisi dapat saja menjadi media pembangunan danpengembangan pikiran, ruh, jiwa, akhlak, dan kemasyarakatan. Demikian pulahalnya radio, surat kabar, dan sebagainya. Tetapi di sisi lain, televisi dapatjuga menjadi alat penghancur dan perusak. Semua itu kembali kepada materi acaradan pengaruh yang ditimbulkannya.
Dapat saya katakan bahwa media-media ini mengandungkemungkinan baik, buruk, halal, dan haram. Seperti saya katakan sejak semulabahwa seorang Muslim hendaknya dapat mengendalikan diri terhadap media-mediaseperti ini, sehingga dia menghidupkan radio atau televisi jika acaranya berisikebaikan, dan mematikannya bila berisi keburukan.
Lewat media ini seseorang dapat menyaksikan dan mendengarkanberita-berita dan acara-acara keagamaan, pendidikan, pengajaran, atau acaralainnya yang dapat diterima (tidak mengandung unsur keburukan/keharaman).Sehingga dalam hal ini anak-anak dapat menyaksikan gerakan-gerakan lincah darisuguhan hiburan yang menyenangkan hatinya atau dapat memperoleh manfaat daritayangan acara pendidikan yang mereka saksikan.
Namun begitu, ada acara-acara tertentu yang tidak bolehditonton, seperti tayangan film-film Barat yang pada umumnya merusak akhlak.Karena di dalamnya mengandung unsur-unsur budaya dan kebiasaan yangbertentangan dengan akidah Islam yang lurus. Misalnya, film-film itumengajarkan bahwa setiap gadis harus mempunyai teman kencan dan suka berasyikmasyuk.
Kemudian hal itu dibumbui dengan bermacam-macam kebohongan,dan mengajarkan bagaimana cara seorang gadis berdusta terhadap keluarganya,bagaimana upayanya agar dapat bebas keluar rumah, termasuk memberi contohbagaimana membuat rayuan dengan kata-kata yang manis. Selain itu, jenisfilm-film ini juga hanya berisikan kisah-kisah bohong, dongeng-dongeng khayal,dan semacamnya. Singkatnya, film seperti ini hanya menjadi sarana untuk mengajarkanmoral yang rendah.
Secara objektif saya katakan bahwa sebagian besar film tidakluput dari sisi negatif seperti ini, tidak sunyi dari adegan-adegan yangmerangsang nafsu seks, minum khamar, dan tari telanjang. Mereka bahkan berkata,"Tari dan dansa sudah menjadi  kebudayaan dalam dunia kita, dan inimerupakan ciri peradaban yang tinggi. Wanita yang tidak belajar berdansa adalahwanita yang tidak modern. Apakah haram jika seorang pemuda duduk berdua denganseorang gadis sekedar  untuk bercakap-cakap serta saling bertukarjanji?"
Inilah yang menyebabkan orang yang konsisten pada agamanyadan menaruh perhatian terhadap akhlak anak-anaknya melarang memasukkanmedia-media seperti televisi dan sebagainya ke rumahnya. Sebab merekaberprinsip, keburukan yang ditimbulkannya jauh lebih banyak daripadakebaikannya, dosanya lebih besar daripada manfaatnya, dan sudah tentu yangdemikian adalah haram. Lebih-lebih media tersebut memiliki pengaruh yang sangatbesar terhadap jiwa dan pikiran, yang cepat sekali menjalarnya, belum lagiwaktu yang tersita olehnya dan menjadikan kewajiban terabaikan.
Tidak diragukan lagi bahwa hal inilah yang harus disikapidengan hati-hati, ketika keburukan dan kerusakan sudah demikian dominan. Namuncobaan ini telah begitu merata, dan tidak terhitung jumlah manusia yang tidaklagi dapat menghindarkan diri darinya, karena memang segi-segi positif dan manfaatnyajuga ada. Karena itu, yang paling mudah dan paling layak dilakukan dalammenghadapi kenyataan ini adalah sebagaimana yang telah saya katakan sebelumnya,yaitu berusaha memanfaatkan yang baik dan menjauhi yang buruk di antara filmbentuk tayangan sejenisnya.
Hal ini dapat dihindari oleh seseorang dengan jalanmematikan radio atau televisinya, menutup surat kabar dan majalah yang memuatgambar-gambar telanjang yang terlarang, dan menghindari membaca media yangmemuat berita-berita  dan tulisan yang buruk.
Manusia adalah mufti bagi dirinya sendiri, dan dia dapatmenutup pintu kerusakan dari dirinya. Apabila ia tidak dapat mengendalikandirinya atau keluarganya, maka langkah yang lebih utama adalah janganmemasukkan media-media tersebut ke dalam rumahnya sebagai upaya preventif(saddudz dzari'ah).
Inilah pendapat saya mengenai hal ini, dan Allahlah YangMaha Memberi Petunjuk dan Memberi Taufiq ke jalan yang lurus.
Kini tinggal bagaimana tanggung jawab negara secara umum dantanggung jawab produser serta seluruh pihak  yang  berkaitan denganmedia-media informasi tersebut. Karena bagaimanapun, Allah akan memintapertanggungjawaban kepada mereka terhadap semua itu. Maka  hendaklahmereka mempersiapkan diri sejak sekarang.

Sumber : Republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar