Sabtu, 17 Desember 2011

Sejarah Perkembangan Novel Indonesia




Berikut info seputar [Sejarah]perkembangan Novel Indonesia dari tahun pertama sampai saat ini.

Ketika kita membahas masalahperkembangan sastra Indonesia, bayangan kita seringkali tertuju padaangkatan-angkatan sastra Indonesia, seperti angkatan 1920-an atau disebut jugaangkatan Balai Pustaka; angkatan 1933, yang disebut juga angkatan PujanggaBaru; angkatan 1945 yang disebut angkatan Pendobrak, dan angakatn 1966 atau disebutjuga angkatan Orde Lama.

Angkatan 1920-an identik dengannovel Marah Rusli berjudul Siti Nurbaya; angkatan 1933 dengan tokohsastrawannya Sutan Takdir Alisahbana (dalam bidang prosa) dan Amir Hamzah(bidang puisi). Angjatan 1945 dengan tokoh sentralnya, Chairil Anwar denganpuisi-puisinya yang sangat monumental berjudul Aku. Angkatan 1966 dengan tokohcentralnya Dr. Taufik Ismail dengan kumpulan puisinya berjudul Tirani danBenteng.

Pembagian angkatan seperti itudikemukakan oleh Hans Bague Jassin (H.B. Jassin), seorang ahli sastra Indonesiayang sering disebut-sebut sebagai Paus Sastra Indonesia. Tentu boleh-boleh sajakita setuju dengan pembagian seperti itu, apalagi memang kepakaran H.B. Jassindalam mengapresiasi sastra Indonesia cukup mumpuni. Tetapi yang lebih pentingkita ketahui adalah bahwa sastra Indonesia dari masa ke masa mengalamiperkembangan. Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesiaberbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikandi Indonesia, terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketikapenjajah Belanda membolehkan bangsa boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesiaoleh Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat ituadalah milik penjajah Belanda.

Karena genre sastra terdiri dari tigabentuk (yaitu puisi, prosa, dan drama), maka ada baiknya kita menganalisisperkembangan genre sastra ini dari tiga bentuk itu. Dengan demikian, dalampembelajaran ini Anda akan menganalisis perkembangan puisi, prosa, dan drama dalamlingkup sastra Indonesia. Seiring dengan perkembangan puisi, prosa Indonesiapun berkembang pula. Seperti puisi, prosa pun mengenal prosa lama dan prosabaru atau prosa modern. Prosa lama bersifat anonim; dengan penjenisannyameliputi dongeng, hikayat, fabel, sage. Sedangkan prosa baru, dengan diukurdari panjang pendeknya, meliputi cerpen, novelet, dan novel/roman.

Prosa Indonesia baru pun mulaimuncul tahun 1920-an, dengan ditandai munculnya novel monumental berjudul SitiNurbaya, buah karya Marah Rusli. Lalu zaman Pujangga Baru muncul pula SutanTakdir Alisjahbana dengan roman berjdul Layar Terkembang. Lalu, menjelangkemerdekaan muncul Armiyn Pane yang menulis novel Belenggu yang dianggap novelmodern pada zamannya.
Tahun 1945 perlu dicatat nama Idrus sebagai prosaic cerpen. Buku kumpulancerpennya Dari Ave Maria ke Jalan Lain Ke Roma menjadi buku yang cukupterkenal. Selain itu juga novel singkat yang digarap dengan nada humor berjudulAki.

Tahun 1949 muncul novel karyaAchdiat Karta Miharja berjudul Atheis. Atheis termasuk novel yang cukupberhasil karena hamir semua unsurnya menonjol dan menarik unuk dibaca. Denganmengambil latar Pasundan berhasil mengangkat sebuah tema terkikisnya sebuahkepercayaan keagamaan. Hasan, tokoh utama dalam novel ini, adalah orang yang180 derajat berbalik dari taat beragama tiba-tiba menjadi seorang yang atheiskarena pengaruh pergaulannya dengan Rusli dan Anwar yang memang berpahamkomunis. Tahun 1955 muncul cerpen yang sangat terkenal, berjudul Robohnya SurauKami, buah karya Ali Akbar Navis (lebih dikenal dengan A.A. Navis). Cerpen inisarat dengan kritik sosial menyangkut kesalahan orang dalam menganut agama.Navis nambapknya ingin mendobrak paham keagamaan masyarakat Indonesia yangmengira beribadah hanyalah sekedar melaksanakan shalat, puasa, atau mengajiQuran; sedangkan kegiatan lain di luar ibdah formal, sepertimencari nafkah,peduli pada sesama dan alam dibaikan. Lewat tokoh Haji Shaleh yang tiba-tibamasuk neraka karena ulahnya di dunia yang mengabaikan kepentingan keluarga.
Tahun 1968 muncul novel berjudul Merahnya Merah, garapan Iwan Simatupang,sebuah novel yang cukup absurd, terutama dalam hal gaya bercerita. Namundemikian, novel ini banyak memperoleh pujian dan sorotan para kritikus sastra, baikdalam maupun luar negeri.

Tahun 1975 nuncul novel Harimau!Harimau!, buah karya Mochtar Lubis, menceritakan tentang tujuh orang pencaridamar yang berada di tengah sutan selama seminggu. Mereka adalah Pak Haji, WakKatok, Sutan, Talib, Buyung, Sanip dan Pak Balam. Di tengah hutan itu merekaberhadapan dengan seekor harimau yang tengah mencari mangsa. Empat orang diantara tujuh orang itu (Pak Balam, Sutan, Talib, dan Pak Haji). Kecuali PakHaji yang meinggal karena tertembak senapan Wak Katok, tiga yang lalinnya meninggalkarena diterkam Harimau.

Haimau! Harimau! Sarat dengan pesanmoral, yaitu bahwa setiap manusia harus mengakui dosanya agar terbebas daribayang-bayang ketakutan. Pak Balam, orang yang pertama terluka karena diterkamharimau, mengakkui dosa-dosanya di masa muda, dan menyuruh para pendamar yanglain juga mengakui dosa-dosanya. Semua memang mengakui, hanya Wak Katok yangenggan mengakuinya.

Tahun 1982, muncul novel RonggengDukuh Paruk, karya Ahmad Tohari, sebuah novel yang berhasil mendeskripsikanadat orang Jawa, khususnya Cilacap.

Tahun 1990, Ramadhan K.H. menulisnovel berjudul Ladang Perminus, sebuah novel yang mengisahkan tentang korupsidi tubuh Perusahaan Minyak Nusantara (Perminus). Novel ini seolah-olahmenelanjangi tindakan korupsi di tubuh Pertamina, sebagai perusahaanpertambanyak minyak nasional. Dan novel paling mutakhir adalah Saman, 1998,karya Ayu Utami. Ayu Utami termasuk novelis yang membawa pembaharuan dalamperkembangan novel Indonesia. Dalam Saman, Ayu Utami tidak sungkan-sungkanmembahas masalah seks, sesuatu yang di Indonesia dianggap kurang sopan untukdiungkap. Tapi mungkin zamannya sudah berubah, kini masalah sesks sudah bukanmerupakan hal yang tabu untuk diungkapkan. Ironis, bahwa yang mengungkap secaradetail dan sedikit jorok dalam nobvel ini adalah justru seorang wanita, AyuUtami.

Dan untuk tahun 2000-an ini,tepatnya tahun 2003 yang baru silam, telah terbit novel termuda, dari penulistermuda pula yang menulis novel berjudul Area X, sebuah novel futurisktiktentang Indonesia tahun 2048, mengenai deribonucleic acid dan makhlluk ruangangkasa. Novel ini ditulis oleh Eliza Vitri Handayani, seorang siswi kelas 2SMA Nusantara Magelang, sebuah SMA favorit di Indonesia. Begitulah perkembangangenre sastra prosa di Indonesia. Novel merupakan salah satu karya sastra yangtidak asing lagi bagi kita. Sejarahnya, novel hadir sebagai alat untukmerepresentatifkan kehidupan manusia yang tertuang dalam karya fiksi. Lalu yangjadi pertanyaan adalah bagaimana perkembangan novel dari masa ke masa, terutamanovel Indonesia. Ketika kita membahas masalah perkembangan sastra Indonesia,bayangan kita seringkali tertuju pada angkatan-angkatan sastra Indonesia,seperti angkatan 1920-an atau disebut juga angkatan Balai Pustaka; angkatan1933, yang disebut juga angkatan Pujangga Baru; angkatan 1945 yang disebutangkatan Pendobrak, dan angakatn 1966 atau disebut juga angkatan Orde Lama.
Angkatan 1920-an identik dengan novel Marah Rusli berjudul Siti Nurbaya;angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya Sutan Takdir Alisahbana (dalam bidangprosa) dan Amir Hamzah (bidang puisi). Angjatan 1945 dengan tokoh sentralnya,Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang sangat monumental berjudul Aku.Angkatan 1966 dengan tokoh centralnya Dr. Taufik Ismail dengan kumpulan puisinyaberjudul Tirani dan Benteng.

Pembagian angkatan seperti itudikemukakan oleh Hans Bague Jassin (H.B. Jassin), seorang ahli sastra Indonesiayang sering disebut-sebut sebagai Paus Sastra Indonesia. Tentu boleh-boleh sajakita setuju dengan pembagian seperti itu, apalagi memang kepakaran H.B. Jassindalam mengapresiasi sastra Indonesia cukup mumpuni. Tetapi yang lebih pentingkita ketahui adalah bahwa sastra Indonesia dari masa ke masa mengalamiperkembangan. Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesiaberbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikandi Indonesia, terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketikapenjajah Belanda membolehkan bangsa boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesiaoleh Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat ituadalah milik penjajah Belanda.

Karena genre sastra terdiri daritiga bentuk (yaitu puisi, prosa, dan drama), maka ada baiknya kita menganalisisperkembangan genre sastra ini dari tiga bentuk itu. Dengan demikian, dalampembelajaran ini Anda akan menganalisis perkembangan puisi, prosa, dan dramadalam lingkup sastra Indonesia.

Dari masa ke masa
Pada pertengahan abad ke-19,Abdullah bin Abdulkadir Munsyi telah meletakkan dasar-dasar penulisan prosadengan teknik bercerita yang disandarkan pada pengumpulan data historis yangbertumpu pada lawatan-lawatan biografls. Akan tetapi, karya prosa yang diakuimenjadi karya pertama yang memenuhi unsur-unusr struktur sebuah novel modernbaru benar-benar muncul di awal abad ke-20. Novel yang dimaksud adalah novelkarya Mas Marco Kartodikromo dan Merari Siregar. Sementara itu, tahun 1920dianggap sebagai tahun lahirnya kesusastraan Nasional dengan ditandai lahirnyanovel Azab dan Sengsara. Pada masa awal abad ke-20, begitu banyak novel yangmemiliki unsur wama lokal. Novel-novel tersebut, antara lain Salah Asuhan, SitiNurbaya, Sengsara Membawa Nikmat, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Kalau TakUntung, Harimau! Harimau!, Pergolakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.Sementara itu, novel Belenggu karya Armjn Pane, hingga saat ini lazim dikatakansebagai tonggak munculnya novel modern di Indonesia.

Dari waktu ke waktu, novel terusmengalami perkembangan. Masing-masing novel tersebut mewakili semangat dari setiapzaman di mana novel itu muncul. Di awal tahun 2000 muncul jenis novel yangdikatakan sebagai chicklit, teenlit,dan metropop. Ketiga jenis tersebut sempatdianggap sebagai karya yang tidak layak disejajarkan dengan karya sastrapendahulu mereka oleh kelompok-kelompok tertentu. Di antara karya-karyatersebut yang tergolong ke dalam jajaran best seller, antara lain Cintapuccinokarya Icha Rahmanti, Eiffel I’m In Love karya Rahma Arunita, Jomblo karyaAditya Mulya, dan lain sebagainya. Akan tetapi, walau bagaimana pun juga,seperti yang telah dikemukakan di awal, setiap karya sastra mewakili zamantertentu. Begitu juga dengan karya-karya tersebut yang kini berdampingankemunculannya bersama Supernova karya Dee, Dadaisme karya Dewi Sartika,Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, 5 cm karya Donny Dhirgantoro, dannovel-novel terbaru lainnya yang memiliki kekuatan serta pembaca sasaranmasing-masing.

Sebelum Balai Pustaka
Lalu, bagaimana perkembangan novelIndonesia Sebelum Balai Pustaka? sebelum berdirinya Balai Pustaka, tahun 1917.Sejauh kepustakaan yang dapat dirunut, terbukti belum pernah ada ahli atau-pengamat kesusastraan Indonesia yang berusaha mengungkap khazanah kesusastraansebelum Balai Pustaka tersebut, secara menyeluruh dan khusus. Seandainya punpernah ada yang melakukan, rata-rata terbatas pada topik-topik yang sangatspesifik. Dalam hubungan ini pantas disebut, misalnya, penelitian yang lebihdari memadai yang pernah dilakukan oleh Claudine Salmon, berjudul Literature inMalay bz the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography (1981),atau yang dilakukan oleh no Joe Lan dengan bukunya Sastera Indonesia-Tionghoa,atau seperti juga yang dilakukan oleh John B. Kwee dengan disertasinya berjudulChinese Maley Literature of the Peranakan Chinese in Indonesia 1880-1942(1977). Ketiga peneliti tersebut jelas sekali hanya mengkhususkanpembicaraannya pada khazanah kesusastrann yang ditulis oleh pengarang PeranakanCina.

Peneliti lain yang pernah mencobamenunjukkan khazanah kesusastraan Indonesia dari sisi yang lain hampir-hampirbelum pernah ada, dan masih sangat sedikit, Dari yang sedikit ini, tampak hanyaPramoedya Ananta Toer yang cukup mempunyai perhatian, khususnya dalammengungkap khazanah novel sebelum Balai Pustaka yang ditulis oleh pribumi atauperanakan Eropa. Dua buah buku Pramoedya yang masing-masing berjudul TempoDoeloe (19E2) dan Sang Pemu1a (19P5), menunjukkan perhatiannya itu.

Dalam hubungan ini perlu di jelaskansedikit bahwa sebenarnya ada beberapa ahli yang mempunyai cukup perhatianmengenai khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka yang melihattidak hanya sesisi saja. Hanya sayang sekali, para ahli tersebut agaknya belummelakukan penelitian yang mendalam, sehingga mereka pada umumnya hanya dapat menuliskannyadalam bentuk artikel kecil di sebuah majalah. Di antara para ahli yangsedemikian itu, dapat disebutkan disini misalnya C.W. Watson dalam “SomePreliminary Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature” (dalamBra, 1971), W.Q. Sykorsky dalam “Some Additional Remarks on the Antecedents ofModern Indonesian literature” 1980), dan beberapa tulisan Jakob Sumardjo yangtersebar di berbagai penerbitan.

Penelitian ini setidaknya inginmelengkapi atau ingin mengungkap khazanah kesusastraan Indonesia sebelum BalaiPustaka itu, secara menyeluruh dan 1engkap, yang tentu saja bertolak daridata-data yang berhasil diperoleh dan di temukan selama dilangsungkannyapenelitian yang enam bulan ini.

Novel Modern
Ada perkembangan menarik dalampenulisan novel di negeri ini. Bukan saja masalah berapa ratus judul per bulanjika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lampau, melainkan juga apa yangnovel-novel tersebut kisahkan. Ada berbagai tema mulai perempuan, seks, sains,sejarah, agama, spiritual, sosial, etnis, hingga politik. Perkembangan pilihantema itu tentu tidak lepas dari hal-hal di luar masalah penulisan novel itusendiri. Perkembangan itu tak lain dari risiko perkembangan pemikiran manusiasaat ini yang semakin hari semakin spesifik.

Keinginan untuk memasukkan berbagaihal dalam novel ini dengan melihat perkembangan masalah dalam masyarakat mulaimenarik perhatian dan penting untuk diperhatikan. Kecenderungan kontemporer iniantara lain direspons dalam novel d.I.a., Cinta dan Presiden karya Noorca MMassardi. Seorang budayawan, penulis, dan jurnalis kawakan.

Sumber : ForumkamiNET

1 komentar: